Agile performance management atau manajemen kinerja yang adaptif merupakan cara untuk memotivasi kinerja karyawan, membantu karyawan berkembang, serta menyelaraskan tujuan organisasi dan pribadi.
Pendekatan ini berfokus pada pengukuran yang dilakukan secara teratur, feedback kinerja secara terus-menerus, dan peningkatan bertahap sepanjang tahun, yang dibandingkan dengan penilaian atau feedback setiap tahun atau dua tahun sekali.
Umumnya, setelah menetapkan Objectives and Key Results (OKR) yang realistis, proses manajemen kinerja ini akan melibatkan pertemuan yang berlangsung secara terus-menerus dan dilakukan setiap bulan atau setiap minggu.
Hal tersebut dilatarbelakangi agar perusahaan dapat membangun hubungan yang lebih bermakna, membuka dialog antar manajer dan staf, dan memperhatikan masalah potensial sebelum memberikan dampak negatif pada produktivitas.
Melalui pendekatan yang adaptif, perusahaan dapat mengatasi kelemahan dan batasan dalam manajemen kinerja. Selain itu, pendekatan ini juga dapat meminimalkan kemungkinan manajemen kinerja yang tidak jelas, menimbulkan kecemasan, dan penuh dengan bias.
Agile performance management memberikan pendekatan yang berfokus apda masa depan, berpusat pada proses, sehingga siap untuk menghadapi perubahan pasar yang begitu cepat.
Pentingnya Agile Performance Management
Agile performance management berdampak besar pada peningkatan keterlibatan karyawan, produktivitas tenaga kerja, keuntungan, dan kemampuan perusahaan untuk bersaing dengan kompetitor.
Penelitian dari Institut Smarter Workforce (SMW) IBM menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan merespons dengan baik terhadap fleksibilitas dan transparansi terhadap manajemen kinerja adaptif. Dalam studi yang sama, hampir 50% karyawan melaporkan bahwa mereka bekerja lebih efektif dengan pendekatan tersebut.
Kemudian, 95% manajer juga merasa tidak puas dengan proses manajemen kinerja tradisional dan mereka mengeluhkan bahwa proses terseubt tidak akurat dalam penilaian kinerja.
Elemen Penting dalam Agile Performance Management
Berikut adalah elemen-elemen penting dalam pendekatan manajemen kinerja adaptif yang perlu Anda ketahui:
1. Feedback dan Pertemuan Rutin
Dalam manajemen kinerja yang adaptif, feedback diberikan secara teratur. Feedback tersebut dapat mengenai cara kerja seseorang, perkembangan masa depan, dan cara mendukungnya.
Sementara pertemuan rutin antara seorang manajer dengan anggota tim dapat bervariasi, misalnya one-on-one meeting atau satu alwan satu, meeting terkait pembaruan proyek, dan meeting harian.
Pertemuan tersebut memungkinkan manajer untuk tetap terhubung dengan kondisi terkini, dapat dengan cepat mengidentifikasi masalah yang muncul, fokus pada misi kini dan masa depan, serta membantu untuk membangun hubungan kepercayaan dengan tim mereka.
2. Feedback dari Berbagai Sumber
Selain manajer, feedback yang diberikan dalam proses agile performance management melibatkan sumber lain, seperti rekan kerja, bawahan, dan manajer selain atasan mereka langsung. Hal tersebut umumnya melibatkan proses feedback 360 derajat.
Proses manajemen kinerja ini berfokus pada karyawan, mengutamakan komunikasi terbuka, feedback yang konstruktif, dan pengembangan karyawan.
3. Fokus pada Pengembangan Keterampilan
Proses ini tidak hanya berfokus pada evaluasi kinerja, tetapi juga memberikan perhatian pada pengembangan keterampilan karyawan. Pertemuan rutin membantu manajer dalam membantu karyawan mengembangkan karier mereka.
4. Tujuan dan Prioritas
Dalam manajemen kinerja yang adapatif, tujuan tahunan perusahaan akan dipecah menjadi bagian yang lebih kecil. Hal ini membantu karyawan melihat tujuan sebagai sesuatu yang lebih terjangkau dan terkait dengan tujuan organisasi secara keseluruhan.
Melalui impelementasi agile performance management, perusahaan dapat menciptakan budaya yang lebih berfokus pada karyawan dan menunjukkan bahwa membantu karyawan berkembang adalah prioritas utama.
Perbedaan Agile Performance Management dan Manajemen Kinerja Tradisional
Manajemen kinerja tradisional dan adaptif (agile) memiliki perbedaan dalam banyak hal. Berikut adalah beberapa perbedaan utama antara kedua pendekatan ini:
1. Frekuensi
Dalam pendekatan tradisional, evaluasi kinerja dilakukan sekali setahun yang kerap membuat karyawan merasa khawatir. Evaluasi ini mungkin juga disertai dengan tinjauan pada pertengahan tahun.
Banyak karyawan dan manajer yang merasa bahwa pendekatan ini tidak efektif. Bahkan, terdapat 9 dari 10 manajer yang tidak senang dengan evaluasi kinerja yang lebih tradisional tersebut.
Sementara pada manajemen kinerja yang lebih adaptif, proses feedback dilakukan secara terus menerus dan manajer memiliki banyak kesempatan untuk meeting dengan anggota tim mereka, misalnya seminggu sekali. Selain itu, manajer juga dapat memberikan feedback terkait pekerjaan karyawan secara langsung.
2. Fokus
Dalam tinjauan kinerja tradisional, sekitar 80% waktu digunakan untuk membicarakan masalah di masa lalu. Contohnya, apa yang terjadi pada proyek beberapa bulan lalu, bagaimana pendekatan yang digunakan, pengalaman bekerja sama dengan klien, dan sebagainya.
Namun, sebenarnya sulit untuk mengevaluasi proyek yang terjadi pada misalnya empat bulan lalu, karena mungkin sudah banyak proyek lain yang dimulai sejak saat itu.
Berbeda dengan agile performance management yang lebih berfokus pada saat ini dan masa depan. Hal ini ditunjukan dengan feedback dan meeting yang dilakukan terus-menerus.
Rutinitas tersebut tentu akan memudahkan tim untuk mengidentifikasi masalah yang sedang muncul awal dan mengatasinya sebelum menjadi masalah besar.
3. Pandangan
Proses manajemen kinerja sering kali hanya memandang pendapat satu orang tentang bagaimana seorang karyawan bekerja, yakni pendapat dari manajernya.
Hal tersebut menimmbulkan kecenderungan subjektivitas, prasangka pribadi, dan terkadang manajer tidak memahami dengan jelas apa pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan dan bagaimana cara melakukannya. Akibatnya, feedback yang diberikan mungkin kurang memberikan manfaat.
Sementara dalam manajemen kinerja yang lebih adaptif, Anda dapat melibatkan pandangan dari erbagai pihak tentang kinerja seorang karyawan. Feedback pun bisa berasal dari rekan kerja, manajer lain yang saling berhubungan, dan bahkan klien.
Berbagai feedback tersebut dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap dan realistis tentang bagaimana seseorang bekerja dan di mana mereka bisa berkembang.
4. Peran Manajer
Dalam manajemen kinerja tradisional, peran manajer cenderung hanya satu arah. Selama tinjauan tahunan, manajer umumnya akan memberitahu karyawan apa yang harus diperbaiki tahun depan, menanyakan beberapa pertanyaan standar yang diberikan oleh HR, dan sebagainya.
Beberapa manajer bahkan mungkin meminta karyawan untuk mengisi formulir penilaian sendiri sebelumnya agar pertemuan sebenarnya berlangsung secepat mungkin. Tentu saja tidak akan ada pembicaraan tentang peluang perkembangan karier atau ruang untuk memberikan masukan.
Berbeda dengan agile performance management yang mengedepankan hubungan dua arah. Dalam proses ini, peran manajer bergeser menjadi seperti pelatih. Manajer akan membimbing karyawan untuk menemukan area perbaikan dan sebaliknya manajer juga akan menerima feedback dari anggota tim mereka.
Selain itu, keputusan seringkali dibuat secara kolaboratif, sehingga karyawan merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap kinerja mereka.
Langkah Implementasi Agile Performance Management
Untuk melakukan proses manajemen kinerja yang adaptif, terdapat langkah-langkah yang perlu Anda lakukan, yaitu:
1. Mulailah dengan Tools Agile Performance Management
Untuk beralih ke manajemen kinerja yang lebih adaptif, Anda membutuhkan penggunaan tools yang dapat mendukung proses manajemen adaptif dalam alur kerja sehari-hari.
Dengan tools tersebut, Anda dapat mendorong feedback yang lebih terarah dan membuat feedback tersebut menjadi lebih bermakna. Selain itu, untuk menerapkan manajemen kinerja yang lebih adaptif Anda juga perlu mengelola OKR, tujuan, kompetensi, dan sebagainya.
2. Perkenalkan Rutinitas Check-in Conversation
Check-in conversation merupakan percakapan singkat dua arah antara manajer dan karyawan yang seringkali mengikuti agenda formal. Biasanya, percakapan ini berfokus pada kinerja atau pengembangan.
Check-in conversation yang rutin sangat penting dalam manajemen kinerja adaptif karena dapat memberikan peluang untuk meningkatkan semangat, intropeksi diri, atau melakukan perubahan.
Selain itu, percakapan yang dilakukan secara rutin juga dapat mengurangi tekanan yang terasa berat dari tinjauan tahunan. Oleh karena itu, Anda dapat menjadwalkan check-in conversation secara bulanan atau mingguan dengan mempertimbangkan peran karyawan, kompleksitas tugas, dan budaya perusahaan yang ingin Anda bangun.
3. Tetapkan Tujuan dan Key Results (OKR)
OKR memberikan kerangka kerja untuk mengukur dan memantau kinerja dengan cara yang transparan dan memotivasi. Dengan menetapkan OKR yang jelas, Anda dapat mengarahkan setiap check-in conversation dan menyelaraskan tujuan organisasi dengan tujuan karyawan.
Meskipun membutuhkan waktu untuk mengatur OKR dengan baik, hasil akhirnya sebanding dengan usaha yang Anda lakukan. Anda akan tahu dengan jelas bagaimana melacak dan memberi penghargaan atas kinerja.
Karyawan pun akan tahu dengan pasti tugas apa yang harus mereka kerjakan, bagaimana definisi keberhasilan, dan bagaimana kinerjanya diukur.
4. Berikan Feedback Secara Terus-Menerus
Feedback yang disampaikan dengan tepat waktu memiliki dampak yang lebih besar dibandingkan feedback setelah proyek beberapa bulan lalu. Feedback yang diberikan dengan cepat dapat mendorong perubahan perilaku secara langsung dan membantu karyawan tetap fokus dalam mencapai tujuan.
Dalam implementasi agile performance management, penting untuk mempraktikan proses feedback yang berkelanjutan dengan menggunakan sistem manajemen kinerja yang mendukung. Hal ini juga membantu untuk memperkuat kepercayaan antara manajer dan anggota tim.
Anggota tim akan mengetahui apa yang diharapkan dari mereka, di mana kesalahan yang mereka lakukan, dan seberapa baik kinerja mereka. Manajer juga lebih cenderung berperan sebagai pelatih dan mentor daripada sekadar pengawas tugas. Hal ini dapat membantu menciptakan perubahan positif dalam budaya perusahaan.
5. Feedback 360 Derajat
Feedback 360 derajat adalah tahap selanjutnya dari feedback yang berkelanjutan. Proses ini melibatkan pengumpulan masukan dari semua orang yang berinteraksi atau bekerja sama dengan karyawan yang akan dinilai. Feedback ini dapat melibatkan anggota tim, rekan kerja, bawahan, manajer, pemasok, dan bahkan pelanggan.
Setelah feedback dikumpulkan, hasilnya dapat disampaikan melalui sistem online atau dalam peretemuan secara langsung. Menggunakan feedback 360 derajat bermanfaat dalam manajemen kinerja adaptif karena dapat mengurangi bias, lebih objektif dan akurat.
6. Gunakan Kerangka Kompetensi
Kompetensi inti atau kompetensi khusus yang sesuai dengan peran tertentu dapat diterapkan pada semua peran dalam organisasi. Kompetensi ini menggambarkan pengetahuan dan perilaku yang diharapkan dari karyawan.
Dalam manajemen kinerja adaptif, penggunaan kompetensi inti dan khusus memastikan konsistensi dan keadilan dalam penggajian serta memberikan kerangka kerja guna pengembangan karir.
7. Pengembangan Tenaga Kerja
Agile performance management memudahkan manajer dan anggota tim untuk mengidentifikasi peluang pengembangan karier yang bermanfaat dan sesuai dengan tujuan individu dan perusahaan. Hal ini dapat menghasilkan sistem yang saling menguntungkan bagi semua pihak terlibat.
Setelah sistem yang berfokus pada pengembangan keterampilan ini dikembangkan dan diotomatiskan, perusahaan pun dapat beroperasi secara adaptif, cerdas, dan mampu beradaptasi dengan perubahan.
Selain itu, melalui manajemen kinerja ini perusahaan dapat mengatasi ancaman yang menggganggu adaptabilitas dan daya saing organisasi, seperti kesenjangan dalam keterampilan atau kompetensi, dan sebagainya.